Translate

Minggu, 21 Oktober 2012

Mahasiswa dan .........? (2)

- Eksistensi

   Salah satu cita-cita republik ini yang termaktub dalam Preambule (pembukaan) Undang-undang Dasar 1945 yakni; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Ekspektasi luhur dari cita-cita diatas adalah mencerahkan perilaku pribadi masnusia Indonesia dalam berkarakter hidup bersosial dengan semangat kearifan lokal. Sejarah telah menceritakan kepada kita, untuk mencapai kata Merdeka secara geopolitik tidaklah cukup hanya dengan ambisi, melainkan upaya yang terorganisir, terarah dan terpadu dengan melibatkan seluruh Stakeholder; pemuda, pelajar dan golongan tua terdidik lainnya. Sama halnya dengan pencapaian cita-cita bangsa ini, tak akandigapai tanpa adanya upaya yang terus-menerus, tersistematis, terorganisir, visioner, dengan juga melibatkan seluruh unsur-unsur dalam masyarakat utamanya dalam bidang pendidikan, kepemudaaan dan kebudayaan.
            Universitas sebagai institusi merdeka di bumi ini, tentu memiliki peran dan fungsi yang sangat potensial untuk mencapai cita-cita bangsa ini. Universitas sebagai penyandang pendidikan tinggi juga harus tersistematis dan terpola dalam membentuk karakter mahasiswa yang benar terdidik secara social democrate cosmopolitan (sebagai sekolah sosial kosmopolitan). Besarnya dinamika dan energi dari pelaku dunia kampus dalam hal ini mahasiswa, harus dibuatkan kanal-kanal untuk mengalirkan energi tersebut, wadah tersebut tentu adalah lembaga kemahasiswaan. Lembaga kemahasiswaan sebagai miniatur negara, tentu memiliki persoalan kompleks dalam mencapai tujuannya, dimana peran mahasiswa sebagai katalis dari kepentingan-kepentingan yang berpihak kepada hal tertentu saja. Untuk itu dibutuhkan mahasiswa yang kritis, analitis, rasional dan idealis.
            Universitas Hasanuddin dalam sistem kaderisasinya melalui pendidikan berkarakter sebagai upaya perwujudan Tridharma Perguruan Tinggi. Jaminan undang-undang terkait kebebasan berkumpul dan berserikat, mewajibkan setiap organisasi intra perguruan tinggi diharapkan mampu mengembangkan potensi mahasiswa ke arah  perluasan wawasan dan peningkatan kecendiakawanan serta integritas kepribadian untuk bersama mencapai tujuan pendidikan tinggi. Pola kaderisasi lembaga kemahasiswaan haruslah bersifat progresif dan mampu menimbulkan semangat kemahasiswaan demi pencapaian taraf hidup masyarakat Indonesia yang lebih baik.



            Bina Orientasi dan Sosialisasi 2012 (BOS 2012) sebagai upaya nyata dari Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (HMS FT-UH) untuk memberikan pengantar kepada mahasiswa baru tentang dinamika kemahasiswaan. Sosialisasi almamater yang mencakup pengenalan terhadap identitas lembaga kemahasiswaan, orientasi profesi keilmuan, peran dan fungsi mahasiswa, pendekatan sosial-kultural, mempersiapkan kader-kader pelanjut tongkat estafet kepemimpinan, secara sistematis akan dijewantahkan dalam kegiatan ini. Oleh karena itu, tanpa adanya dukungan dan partisipasi dari segala pihak, ekspektasi kegiatan ini tentu tak akan dicapai secara maksimal.

(Bab I Pendahuluan, Rancangan Konsep Bina Orientasi dan Sosialisasi 2012)aL.

Jumat, 19 Oktober 2012

Mahasiswa dan ............ ? (1)

- Tawuran

   Terlalu naif kita, jika menganggap tawuran pelajar/mahasiswa adalah sebuah kebiasaan. Atau dikatakan bahwa hampir kejadian ini massif dikancah nasional. keterlaluan juga, ketika kita melihat mahasiswa dengan gaya sedikit kumal dan gembel, lantas kita mengambil kesimpulan, "itu preman kampus.

   Kampus sebagai tempat berkumpul, bermain, dan sosialisasi memiliki dinamika yang besar, bagaimana tidak, karena kampus adalah satu-satunya tempat merdeka di muka bumi ini. Merdeka dalam artian pemikiran dan kreatifitas, berpikir dan berbuat, berakal dan inovatif. Tapi, tak guna juga semua peranan itu jika tanpa "wadah" untuk menuangkan dinamika-dinamika itu. Yang pandai berkelahi, kan ada karate, atau unit kegiatan Tinju, untuk menuangkan minat dan bakat mereka. Di Eropa sana, justru rating (peringkat) Perguruan Tinggi yang menjadi salah satu indikator utamanya adalah prestasi yang diperoleh oleh mahasiswanya (NBA, Football, Soccer, atau Rugby). Kalau di negeri kita yah, minat bakat tadi tidak diasah sehingga "lari"nya salah dan berkesan negatif. Intinya, sebagian besar tawuran itu adalah karena mahasiswa tak punya atau tak diberikan wadah untuk mengkanalisasi dinamika-dinamika (energi besar) tadi sehingga mendobrak kemana-kemana, tak terarah, dan tak termanfaatkan.
   
    Lebih ironis lagi, disamping ulasan diatas, hampir semua konflik-konflik horisontal adalah 'mainan' kepentingan orang besar. Dalam strategi perang 'the art of war' Sun Tzu, mengatakan "membunuh dengan pisau pinjaman", dalam artian bahwa, si Pemangku kepentingan tak perlu repot mengotori tangannya untuk mencapai ambisinya, ya tentu dengan cara yang sedikit licin tanpa tersentuh. Sebuah ketakutan baginya, ketika Gerakan Kritis meluas, efek sosialnya akan merusak konstalasi birokrasi korup. Tak banyak tulisan tentang bagaimana mahasiswa/pemuda diperalat untuk sebuah kepentingan individu global, mungkin memang karena semua intrik yang ada cuma sekedar asumsi tanpa bukti. Sekali lagi, licin dan 'kebal' hukum.


"Rekayasa sosial timbul akibat adanya sentimen atas kondisi manusia.Untuk itu perlu adanya perombakan yang dimulai dari cara pandang/paradigma manusia atas sebuah perubahan" Kang/Ustad/Mahaguru Jalal

- Organisasi
  Kesan buruk bagi mahasiswa juga adalah organisatoris. Memang tak semua mengatakan demikian, namun realita kekinian berkata bahwa indikator pencapaian pendidikan yang tepat waktu adalah ketika mahasiswa tidak terjerumus dalam wadah 'organisasi' ini. Intinya akan menghambat perkuliahan katanya. Dari seluruh aspek yang ada, pencapaian cita-cita pendidikan nasional tak akan tercapai, apabila pelajarnya tak mandiri, tentunya bisa dilakukan melalui wadah organisasi.
   Dalam sekop kacamata kuda (kacamata yang menutupi pandangan luas kuda) tentu akan berpikir seperti diatas.. Melihat organisasi sebagai sarang mahasiswa pemalas, jelas itu adalah kesalahan. Buktinya, silahkan tanya pelaku-pelaku sejarah nasional, apakah betul negara ini bisa 'sedikit berkembang' tanpa adanya keterlibatan dalam 'laboratorium mini negara, atau kita sebut organisasi', founding father kita adalah Organisatoris ulung. Karena terbiasa mencari solusi, berani mengemukakan gagasan, dan kreatif dalam menyiasati masalah-maslah hidup. Dan sekali lagi, tempat berbuat kesalahan memang hanya ada di Organisasi Pelajar. Undang-undang bahkan menjamin kebebasan berkumpul (UUD 1945) dalam wadah lembaga kemahasiswaan (Kepmendikbud 155/U/1998). Dengan alasan itu, kita sama sekali tidak boleh memandang sebelah mata, tentang eksistensi, ekspektasi dan prospek dari lembaga mahasiswa itu sendiri.. -iron.stock-
    Tidak bijak kemudian, kalau kita mendikotomikan antara akademik dan organisasi. Karena mereka satu kesatuan, berjalan beriringan, mutualistik.

(sebagai persepsi pribadi atas respon kegelisahan hati)AL