Translate

Kamis, 12 Desember 2013

Padepokan di Usia Senja


Padepokan ini adalah warisan.
Karya anak zaman.
Kayu pasti lapuk.
Batu yang dulunya cadas, pasti lapuk.
Usia, yang memintal benang kini telah jadi emas.

Diantara peluh sesak pondok logistik.
Ada bara kerkepulan asa.
Dentuman godam irama akustik.
Ada teriak terbakar cita.

Kalaupun padepokan ini tak ramai lagi.
Semangatnya haruslah terwarisi.
Jutaan keringat dan gagasan.
Tak kan lapuk dimakan zaman.

Karena padepokan ini tak berpilar pasir.
Melainkan berkristalkan garam kearifan timur.
Mencadaskan usia.
Memberi rasa.

Pengadilan Kampus


Sederhananya, pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk mancari, mengolah segala informasi berupa pengeahuan untuk menyejahterakan hidup manusia. Pendidikan haruslah progresif, kreatif, dan kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju. Teori tentang pendidikan pun terus bergulir dari masa ke masa, baik secara sistem maupun peningkatan kondusifitas iklim akademik yang baik.

Menilik sejarah pendidikan formal, yang berawal dari kekecewaan Socrates terhadapa kaum Sophis karena untuk memperoleh ceramah pengetahuan tentang retorika, filsafat harus mengeluarkan budget yang besar agar bisa mengikui kuliahnya. Socrates yang tidak mampu memenuhi segala pembayaran tersebut akhirnya mengeluarkan gaya baru dalam memperoleh pengetahuan, dari sistem ceramah kaum Sophis, dengan dialog gaya Socrates. Dalam sejarahnya, ilmu pengetahuan memang mahal, namun kemudian Plato murid Sorates mendirikan sekolah yang bernama Akademi Plato, yang diyakini sebagai cikal bakal sekolah formal pertama di dunia, dan tentunya gratis…

Memperoleh pendidikan dengan cara kreatif adalah keharusan mutlak bagi manusia yang berpikir. Menyekolahkan otaknya tapi tidak menyekolahkan hatinya adalah hal yang menciderai dari tujuan pendidikan itu sendiri.

Melihat situasi sistem pendidikan mutakhir, menurut pandangan pribadi saya, tidak lagi mengedepankan kreatifitas. Terlalu kritis malah dianggap berbahaya, nilai bahkan dikesampingan dengan alasan gaya pendidikan modern. Jose Ortega, dalam makalahnya mengatakan bahwa, “Pendidikan tanpa nilai hanya akan melahirkan “a new educated Barbarian” (orang biadab baru yang terpelajar). Persoalan nilai tentu diterjemahkan melalui pendidikan universal sampai kepada kearifan lokal.

Namun, secara pribadi saya kecewa dengan praktik pendidikan hari ini. Hampir segalanya dikotak-kotakkan, pengekangan dan kreatifitas  objek didik tidak diarahkan untuk berkembang. Tawuran terjadi seantero negeri, ada arogansi yang kental tak terbendung dari sisi pendidikan.  Dan akhirnya elit kampus bertidak sebagai hakim yang memutuskan harapan meraih pendidikan formal. Sistem pendidikan diadopsi dari negara-negara maju, tidak ada lagi ciri khas nilai kearifan lokal, tapi praktiknya amburadul. Akademisi pun tunduk kepada kapitalisme. Pendidikan hari ini dijadikan bisnis, sehingga mahasiswa yang dianggap bengal bisa merusak pasaran pendidikan. Kemudian dibentuklah komisi disiplin, yang harusnya menyadarkan kembali mahasiswa bengal tadi agar kembali memahami tujuan pendidikan komprehensif, namun nyatanya itu sama sekali tidak terjadi. Ancaman drop out kini menunggu pengesahan dari Rektor, sumber segala kebenaran.

Tidak akan habisnya manusia-manusia bengal yang ingin memanusiakan dirinya, disinilah peran pendidikan. Ketika solusi pencitraan lebih dikedepankan dari aspek pendidikan dan moralitas, maka tidak layak sebuah institusi menyandang gelar “universitas”, tidak pantas penghuninya dianggap “akademisi”, tapi yang paling pantas adalah “Lembaga Pengadilan Kampus”.

Ini hanyalah prolog. Sangat potensial untuk diperdebatkan kembali..

Selasa, 19 November 2013

Rantemario : tentang hujan, cinta dan karir

Hanya catatan perjalanan....

28 Agustus 2013
22.39 WITA :  Kami berdelapan memulai perjalanan dari Ma'cafe Makassar. Dengan mobil sewa, tantangan dimulai, 6 jam perjalan dengan masing-masing memangku carrier-nya. Sesak !



29 Agustus 2013
00.38 : Sampai di Warung Makan Mutiara Barru
05.05 : Sampai di Enrekang rumahnya Ono, Aggeraja.(40 menit dari pasar Baraka)

10.00 : Numpang pick up ke pasar Cakke'

10.30 : Numpang pick-up ke pasar Baraka. Lapor di kepolisian setempat !

11.37 : Naik truk ke dusun Rantelemo
13.22 : Sampai di dusun Rantelemo

15.07 : Touch-down dusun Karangan , lalu akhirnya sampai juga disini di dusun terakhir, istirahat, melapor ke pak dusun dan siap berangkat ke Pos I
16.09 : Lanjut ke Pos I, bismillahirrahmanirrahim. (Tanpa pemandu, semuanya baru naik kesini.. ckck)

Perjalanan menuju ke pos melewati kebun kopi dan beberapa punggung gunung, streamline kurang jelas, dan dikarenakan tanah longsor jalur pendakian berubah dari yang biasanya.Setelah dapat pertigaan dengan jembatan kayu, ambil arah kanan, selanjutnya selalu ambil kekiri. Pos I ditandai dengan pohon yang berada di punggung bukit. Perhatikan tanda streamline.
17.36 : POS I
19.56 : Sampai di POS II dan sudah didalam tenda, waktu tiba diperkirakan pukul 19.00. Jalan ke pos II, mendaki sedikit lalu turunan ekstrim. Bagi yang memakai sendal dan celana pendek akan terasa tidak mengenakkan, banyak ilalang, jalan licin dan jurang di sebelah kiri jalur pendakian.

Camp!

Areal ini tidak begitu luas, namun ada tempat dibawah batu untuk berlindung, cukup buat 10 orang tanpa tenda. Sedangkan jika memasang tenda, tidak begitu banyak dan mesti terpisah. Air? sangat melimpah...

30 Agustus 2013
07.11 : Bangun pagi, brrrr
10.45 : Setelah sarapan dan berdoa, siap jalan menuju pos III. Jalan ke pos selanjutnya adalah pendakian ekstrim, kemiringan hampir tegak. Jalur paling berat adalah dari Pos II ke III, jaraknya cukup pendek. Berhematlah air, karena kita akan menjumpainya ketika di pos V.
12.08 : Di antara pos IV-V
13.13 : POS V - Istirahat ngopi. Areal luas, ada air di sebelah kiri sedikit menurun.

14.45 : Jalan ke pos VI
15.12 : POS VI. Satu pos lagi kita camp :)

16.38 : Sampai di POS VII, jalur panjang untuk sampai ke pos ini, angin kencang dan udara dingin mulai menusuk. Kitanya camp di sebelah kiri bawah pas depan sumber air. cukup untuk 2 tenda.

31 Agustus 2013
05.26 : Bangun, ready for summit attack !
06.45 : 3478 mdpl, puncak Rantemario, pegunungan Latimojong. Top roof of Celebes. :)



Dari Pos VII, ambillah jalur kekiri, lalu akan menjumpai pertigaan yang ditandai lapangan luas (biasanya tempat upacar dan pendaratan helikopter) dan terdapat telaga apabila musim penghujan, ambil jalan kekiri lagi. Jalur kanan merupakan arah ke puncak Gunung Nene' Mori.. Tetap ikuti jalan setapak, pendaki menandainya dengan simbol tumpukan batu. Triangulasi kelihatan dari kejauhan..

12.00 : Start dari pos VII
15.00 : Sampai di pos II. Holiday !


1 September 2013
13.30 : Dari lokasi camp 3 di pos II, lalu melanjutkan perjalanan ke dusun Karangan.
15.33 : dusun Karangan, ngopi dan melapor di rumah pak Dusun.
16.00 : Jalan ke dusun Rantelemo.
17.03 : sampai di dusun rantelemo, menunggu jemputan.
18.26 : Karena cuaca buruk, truk yang ingin menjemput tidak jadi datang, tapi kita akan dijemput oleh rekannya dengan mobil Hardtop.Dengan keramahan penduduk , akhirnya kami bisa nginap di rumah warga, berceloteh dan bercerita di bawah lampu pelita.

2 September 2013
16.05 : Cerita tentang hujan, cinta dan karir.
19.20 : Hardtop yang dinanti telah tiba, jalan menjadi bubur, nuansa petualangan kembali bergelora. Diantara lampu kabut mobil, kami memecah kabut malam membawa sejuta cerita tentang keperkasaan pegunungan Latimojong.

21.00 : Tiba dirumah teman, Ono'. Malah dapat bus dari Tana Toraja langsung ke Makassar. Tampang kumal masuk bus eksekutif. Haha, perjalanan ditutup dengan kursi empuk dan masing-masing dengan kantong oleh-olehnya.

3 September 2013
05.30 : Makassar :)

".... dont see the mount, see the journey..."

Thanks for all best....



(catatan ini direkam oleh Reza dan admin)

By editor:
* Intensitas mobil penumpang mengikuti hari pasar Baraka (Senin & Kamis), sekedar pertimbangan perencanaan. Efektifnya pergi hari Senin siang (perjalanan 2.5-3.5 jam bergantung cuaca), turun gunung Kamis sore. Dijamin gak kelamaan nunggu angkutan.. :)
* Buatlah gelang/cincin rotan di sekitaran pos II, sekedar saran.
*More pic at intagram, use tag #Latimojong #Rantemario #visitSouthSulawesi ; @aldjapari



Senin, 05 Agustus 2013

Rumpun SAORAJA : Kearifan Lokal Berwawasan Tanpa Batas

GERAKAN KESEIMBANGAN, CORONG PERETAS BUDAYA & EKOLOGI

PROLOG
            Bila sesuatu hal mendominasi, tanpa adanya sebuah gerakan keseimbangan, maka tunggulah murka Tuhan. Maka akan selalu ada hal yang yang diperbandingkan, berupa gerak situasional maupun gerak terstruktur.
            Masihkah kita akrab dengan istilah integritas atau identitas?
            Pertanyaan pesimis diatas adalah jawaban, mengapa sebuah gerak harus mempunyai pola agar energy didalamnya termanfaatkan dengan baik. Identitas maksudnya adalah sebuah ciri melekat pada setiap individu, sedangkan integritas adalah sebuah pencapaian dari identitas murni berupa karakter maupun konsistensi sikap. Di era informasi ini, kita sulit menjustifikasi sebuah cerminan integritas dari setiap individu. Pengaruh aktualisasi di social media membuat identitas yang absurd, mengedepankan citra demi sebuah kepentingan/pujian pribadi, melanggar moralitas dan menabrak norma/hukum yang berlaku.
            Cobalah tengok, Indonesia yang katanya kaya akan ragam budaya, kini kita harus menerima sebagai pelaku dari hidup berbangsa, bahwa kini sebagian kecilnya saja yang bertahan, mayoritas hanya ada dalam tulisan besar sejarah maupun dongeng klasik, yang sungguh menyentuh namun seperti angina lalu saja. Kita mengaku khawatir akan kondisi ini, tapi sebagian besarnya lagi menyerah akan arus budaya modernisasi/westernisasi yang menghakimi setiap kearifan local yang ada.
(sumber ; Panomario - Toddoppuli Temmalara')

Sebagian besar dari kita apatis, terhadap masa depan bangsa ini, akankah mampu kita membangun ulang puing-puing besar kerajaan masa lalu?
Atau, kita hidup harus dengan melepaskan sesuatu yang amat membesarkan jiwa kita?
Kita hanya butuh aksi kecil, tapi datangnya dari setiap jiwa pemuda, setiap orang yang coba menghargai kehormatan dalam hidup sederhana dalam bingkai kearifan local.
Sambutlah dengan senyuman, Saoraja; sebuah rumah sejati para bangsawan, bukan dalam status social, namun sejatinya peran penghargaan kita terhadap alam semesta.

Minggu, 21 Juli 2013

Sebuah tanya : Perlukah Militansi Mahasiswa ?


Tanpa nilai, Universitas hanya akan melahirkan “a new educated barbarian” (mental barbar terpelajar). 
- Jose Ortega-

Sangat menyenangkan, ketika tahu bahwa nama kita berada di salah satu jurusan yang kita pilih saat pengumuman SBNPTN, atau jalur lain untuk memasuki dunia kampus. Euphoria melanda, ketika kita mampu lulus dengan persaingan ketat di kampus idaman, untuk sesuatu yang dicita-citakan. Kampus, selalu menjadi angan-angan dari jenjang pendidikan yang digeluti setiap orang. Katanya, kampus itu bebas, berpakaian bebas, kreatifitas tanpa batas, serta pergaulan yang terbuka luas. Tetapi ada juga kampus dinas yang justru sebaliknya, mengutamakan kedisiplinan, baik itu soal waktu, pakaian maupun akomodasi..
Mahasiswa tidak terlepas dari sejarah bangsa ini. Kita sangat menyukai kata ‘dulu’, karena memang mahasiswa dulu di zamannya sangat diperhitungkan jumlahnya untuk sekedar menumbangkan rezim. Setiap alumni, selalu duduk dengan bangga menceritakan seluk beluk perjuangannya dahulu; masa yang begitu diharapkan bisa diulang kembali.

Lantas seperti apakah mahasiswa sekarang?

Peran serta mahasiswa dalam proses berbangsa dan bernegara selalu mempunyai warna yang berbeda, faktor perkembangan pemikiran modernitas disandingkan era informasi menimbulkan kelunturan dalam memahami identitas kemahasiswaan kekinian.  Semangat kepemudaan dalam diri mahasiswa; yang mempunyai energi dan potensi yang besar, harus disalurkan/dikanalisasi dengan baik agar semangat tadi termanfaatkan untuk kemajuan. Seperti halnya air, potensi besarnya harus dimanfaatkan menjadi energi penggerak, irigasi sawah, bahan baku industri, atau pembangkit listrik, tapi jika tak dimanfaatkan justru bisa merusak sampai menimbulkan bencana.

Di tulisan sebelumnya, saya sedikit menyinggung tentang pemahaman yang kian absurd tentang peran mahasiswa. Lembeknya si Iron Stock, pemaknaan yang sempit tentang status dan peran mahasiswa. Sangat aneh jika negara kita selalu mau dibandingkan dengan negara-negara maju, bahkan sering mengadopsi sitem kurikulum. Negeri kita ini sangat ragam budaya, metode pendekatan pendidikan tidak boleh disama-samakan. Karena tentu bukan hanya saya yang sepakat, kalau kita tidak mau dididik menjadi orang Jepang. Pendidikan justru harus bisa memperkuat kearifan-kearifan lokal tapi tidak chauvinis dalam berpikir. Aneh kan jika universitas dituntut untuk memenuhi permintaan pasar akan tenaga kerja, bukannya memprioritaskan produk kampus menciptakan lapangan kerja?

Kembali ke mahasiswa baru. Saya teringat kemarin seorang dosen mengatakan, “pada jaman dahulu, untuk membedakan yang mana mahasiswa pribumi dengan mahasiswa penjajah, maka dia harus digunduli“. Maksud yang ingin beliau sampaikan disini adalah, janganlah seorang mahasiswa senior bersifat superioritas terhadap juniornya, bermental sok penguasa ataupun penindas. Ajarilah mereka agar tidak patoa-toai (menghargai yang lebih tua). Disinilah entry point-nya, pendidikan holistik dengan karakter budaya. Mental budaya inlander dengan semangat kemajuan, bukan mental korup dengan semangat opurtunis.
Dari berbagai sumber, pengalaman dan diskusi, dapat disimpulkan tahapan pengembangan kemahasiswaan secara garis besarnya melalui empat tahapan :

1) Pengenalan jati diri.
Untuk menjadi agen pembaharu, pola pikir adalah sejata utama. Perubahan cara berpikir kaku di SMA harus diubah dengan berpikir elegan dan dinamis. Pengenalan potensi dan mampu memotivsi diri adalah indikator utama dalam pengenalan jati diri. Pencapaiannya adalah ketika mahasiswa baru sudah dapat menentukan pemetaan hidup (life mapping), sifatnya jangka panjang..

2) Manajerial
Seperti ulasan diatas, bahwa salah cara memanfaatkan energi besar mahasiswa adalah kemampuan manajerial. Dalam cakupan sederhananya, konsep manajerial adalah tahap persiapan mahasiswa untuk bisa menyalurkan aksinya dengan indikatir utama, team work buliding, daya inovasi dan kreasi, serta kemampuan berkomunikasi massa. Di tahapan ini harus timbul keresahan dalam batin mahasiswa, tentang carut-marutnya negeri, haus akan berbagai ilmu, sampai kepada sebuah sikap pergerakan kemahasiswaan.

3) Tahap Kepemimpinan
Organisasi adalah bentuk persahabatan tertinggi mahasiswa“. Setelah tahapan persiapan, elaborasi proses kader yang mantap adalah pencapaian dalam hal kepemimpinan. Dimana kemampuan mahasiswa diuji untuk mengurusi selain dirinya sendiri, dan tentu melalui sebuah wadah bernama organisasi kemahasiswaa. Indikator utamanya adalah integritas dan social skill.

4). Pematangan
Secara progressif, setelah tiga tahapan sebelumnya dijalani dengan sungguh-sungguh, pasca memimpin secara kolektif, disamping fokus untuk studi akhir. Mahasiswa pada tahapan ini diharapkan mampu mengembangkan skill enterpreneurship (jiwa wirausaha), pengembangan jaringan dan kerjasama (networking), serta sebuah sikap/persepsi politik terhadap situasi kenegaraan. Fokus utama pencapaian disini adalah aspek pengabdian. Menyalurkan dan mengagitasi semangat mengabdi dalam koridor-koridor perjuangan..

Dari sederet ulasan objektif diatas kemudian timbul pertanyaan, sudahkah kita memahami dan mengerti tentang ekspektasi dari seorang mahasiswa?

Makin sepinya kampus di sore hari berganti dengan menjamurnya komunitas-komunitas sosial adalah bukti kreatifitas mencari bentuk. Namun setengah hati teriris, mainstream gerakan semakin parsial dan tak diminati lagi. Masing-masing membawa ego bendera, maunya yang praktis. Semua gerakan di level bawah tanpa sama sekali menyinggung elit, petaka ini akan terus terwarisi. Jagalah semangat mudamu, kurangilah berkompromi dengan sesuatu yang mengikis idealisme. Walaupun kebanyakan, aktivis kampus dianggap segerombolan badut yang rasa ngototnya tinggi. Tapi berbanggalah jadi orang-orang yg sedikit, karena orang-orang sedikitlah yang memerintah orang banyak.

Saya dan segelintir orang masih percaya, bahwa gerakan militan yang progressif harus tetap dipertahankan dan diperjuangkan. Cukuplah negeri ini diisi oleh para bedebah, biarkanlah itu menjadi sejarah pahit bangsa kita, tetapi sang Iron Stok harus menentukan nasib, memiliki 
integritas, mempunyai semangat militan untuk kesejahteraan bangsa ke depannya..

Maka tentukanlah nasibmu, karena Tuhan sudah berjanji, tak berhak mengaturnya..

Salam hangat dari tana Daeng..

Senin, 01 Juli 2013

Demokrasi Beragama


Perluasan makna demokrasi -tanpa batas perincian- sering kali menjadikan seseorang melupakan prinsip-prinsip lain yang harus menjadi pertimbangan dalam penerapan demokrasi itu.
Demokrasi sejatinya membunuh kepentingan individu, atas nama kepentingan kelompok. Namun, tidak jarang orang selalu mengaitkan demokrasi dengan angka-angka sehingga pengambilan keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak, tanpa menghiraukan tuntutan agama ataupun prinsip kebangsaan/budaya bangsa..
Pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak -bila memang konsensus tidak dapat ditemukan- memang dapat dilakukan dalam bidang politik dan pengelolaan negara.
Yang perlu diperhatikan adalah, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tuntunan agama, tidak dapat didasarkan atas pandangan mayoritas karena agama adalah tuntunan Ilahi..
Itulah sebabnya seseorang yang memiliki otoritas dalam bidang agama, jika memiliki pendapat yang berbeda dengan pihak lain dalam bidang agama -walaupun mayoritas- maka ia harus menjalankan pendapatnya dan TIDAK mengikuti pendapat mayoritas.

Rabu, 26 Juni 2013

Perempuan | per[EMPU]an


“Dunia ini adalah kesenangan dan yang paling menyenangkan adalah perempuan yg shalihah” -HR. Muslim-
“Apakah yang diketahui ikan menyangkut air, merpati menyangkut udara, kucing menyangkut wadah?
Apakah yang diketahui lelaki menyangkut perempuan?
Semua jawabannya adalah ‘Tiada’.
-Tertulis dalam salah satu tempat peribadatan Budha-
“Siapa yang mengetahui hakikat, akan tahu rahasia perempuan”
-Di dinding bangunan suci di Cina-
“Mencintai seorang perempuan mencukupi seorang lelaki, tetapi untuk memahaminya seribu lelaki pun tak cukup”
atau,
“Perempuan akan dicintai lebih hangat oleh siapa yang mengenalnya lebih sedikit”
atau,
“Siapa yang berpura-pura mengenal perempuan, dia adalah seorang tolol, dan siapa yang berusaha mengenalnya, dia lebih tolol”
-Man the Unknown, Alexis Carrel-
“Tanpa perempuan, masa muda lelaki menjadi gersang, masa matangnya menjadi hampa, dan masa tuanya menjadi penyesalan”
“Ketika perempuan memasuki hidup lelaki, lelaki menjadi seniman, penyair dan sastrawan”
-M. Quraish Shihab-
“Perempuan bukanlah aksara, juga bukan tipuan indra. Tapi dalam ilusi yang menghaluskan tiap perasaan”
-Muhammad Aldin-

Minggu, 23 Juni 2013

Bercermin Dari Layar Gadget

Memenjarakan ide-ide dalam sebuah barisan kata yang rapi, tentu tidaklah segampang membacanya.
Meramu prolog dan membayangkan epilog-nya juga tentu tak semudah menarik kesan didalamnya.
Terkadang kita takut untuk kembali beradu dengan tuts keyboard. 

Karena kuatir akan tersendat lalu pasrah dengan kombinasi (cntrl+A+del).
Seperti halnya kini.


Begitu banyak informasi. Informasi berupa data-data, berita, atau perkembangan imu pengetahuan kini sangat mudah diakses. Indikasi terburuknya adalah berbanding terbalik dengan indeks ketertarikan orang-orang untuk mengolah informasi-informasi tadi menjadi sebuah informasi baru, katakanlah sebuah pandangan atas kesimpulan analisa informasi tadi. Atau bahkan, yang mulai amoral dari segi moralitas formal adalah kecenderungan orang-orang untuk mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya, yah betul itu adalah hak seseorang, tapi bukankah itu melemahkan kapasitas informasi itu sendiri. Ketika segala informasi yang beredar tidak mengarah kepada kebutuhan orang lain untuk menerimanya. (baca: galau, alay) Sering saya mengungkapkannya.

Tantangan manusia abad nano-tech ini adalah pola pikir, opini manusia yang terbentuk dari sekelumit perkara yang direkayasa. Siapa yang menolak eksistensi media, saya pun yakin semua mengangguk setuju. Tapi apakah media (yang jelas penuh intrik da spekulasi) kita biarkan membentuk pola pikir, gaya hidup, sampai kepada cita-cita kita? Disinilah titik kritisnya. Harusnya dengan begitu banyaknya media informasi, kita semakin kaya akan pengetahuan, lebih jeli mengolahnya, sehingga nantinya kita bisa menyimak kebenaran dalam setiap berita atau molekul partikular  yang bergerak, sampai pada akhirnya kita memujanya.

Fokus saya adalah, dan sudah saya pikirkan lama sekali, bahwa manusia dengan mental kampungan lah yang akan memiliki kebahagiaan sendiri, bukan dari hegemoni media, atau ketertarikan atas kesukaan orang lain. Tetapi dengan gaya tingkah sendiri, lalu tertawa, dan sungguh terbahak-bahak.

Yap betul, dari kisah panjang proses pemikiran yang berulang, sesungguhnya kita hanya mencari kebahagiaan ataupun ketenangan.
Jika ada, berarti itu bukanlah dirimu. :)

Selasa, 05 Maret 2013

Ephemeral : Sekelebat Perkara


Dalam saru, kumemandang haru, dari kaca-kaca berkedip tentang nisan yang terpasang baru..
Dalam haru, kumerasa seperti jaharu, dari kesan keterpaksaan tentang iktikad pembaharu.
Hanya selembarkan kain, dengan noda keringat dan sablon mahakarya pejuang zaman.
Yang hanya menemani identitas terakhirmu, dengan sayatan logam diatas kayu.
Kain hitam bertepi merah, arti perjuangan dan integritas.
Jika berhenti, berarti sia-sia. tetap maju berarti kehidupanmu akan kekal di sanubari.. 
Maafkan dan tenanglah disana, adikku…
Postulat rasa dalam trilogi keteknikan...
( In Memoriam, 9 Februari 2013)

Senin, 14 Januari 2013

Volunteers

Resolusi 2013

Membaca peta kondisi di 2013 akan semarak denga pesta-pesta demokrasi, kerakyatan, kepemudaan dan proyek-proyek sains dan teknologi. Khusus untuk indikasi geografis di wilayah Sulawesi Selatan, di awal tahun ini diberi cobaan dengan bernagai bencana alam; banjir, tanah longsor, serta efek bola salju selanjutnya. Ketamakan manusia akhirnya terjawab, intensitas hujan yang tinggi dan aktivitas perubahan tekanan udara memberikan kerugian besar untuk masyarakat ini. Semoga kita senantiasa bersabar, mengambil pelajaran dan memaksa otak kita berpikir lebih luas lagi tentang makna lingkungan hari ini.

Tapi sisi positifnya, rupanya bencana ini berbanding lurus dengan aktivisitas kemanusiaan. Bilangan komunitas anak muda dan organisasi-organisasi sosial turun serta membantu korban bencana, selebihnya lagi memutar otak untuk tetap bisa memberi kemajuan untuk langkah antisipasi bencana serta mitigasinya. Di sudut lain, mahasiswa masih dalam orasinya menolak kebijakan tirani dengan tangan-tangan besi penjajah.

Ekspektasi dan kerinduan akan kesejahteraan masyarakat makin jauh dari indeks yang diharapkan. Semua pemangku kepentingan hanya berusaha menumpuk rupiah untuk pemuasan birahi dan kepuasan materil. Berbakti kepada nusantara, tak ada pengabdian suci seperti yang diceritakan dalam buku-buku sejarah. Be a volunteer is poor.

Hingga akhirnya kita terpaksa sadar, bahwa kita hanya cecunguk kutu dalam jagad raya semesta, tak perlu sombong anak muda !