Translate

Minggu, 23 Juni 2013

Bercermin Dari Layar Gadget

Memenjarakan ide-ide dalam sebuah barisan kata yang rapi, tentu tidaklah segampang membacanya.
Meramu prolog dan membayangkan epilog-nya juga tentu tak semudah menarik kesan didalamnya.
Terkadang kita takut untuk kembali beradu dengan tuts keyboard. 

Karena kuatir akan tersendat lalu pasrah dengan kombinasi (cntrl+A+del).
Seperti halnya kini.


Begitu banyak informasi. Informasi berupa data-data, berita, atau perkembangan imu pengetahuan kini sangat mudah diakses. Indikasi terburuknya adalah berbanding terbalik dengan indeks ketertarikan orang-orang untuk mengolah informasi-informasi tadi menjadi sebuah informasi baru, katakanlah sebuah pandangan atas kesimpulan analisa informasi tadi. Atau bahkan, yang mulai amoral dari segi moralitas formal adalah kecenderungan orang-orang untuk mengungkapkan segala sesuatu tentang dirinya, yah betul itu adalah hak seseorang, tapi bukankah itu melemahkan kapasitas informasi itu sendiri. Ketika segala informasi yang beredar tidak mengarah kepada kebutuhan orang lain untuk menerimanya. (baca: galau, alay) Sering saya mengungkapkannya.

Tantangan manusia abad nano-tech ini adalah pola pikir, opini manusia yang terbentuk dari sekelumit perkara yang direkayasa. Siapa yang menolak eksistensi media, saya pun yakin semua mengangguk setuju. Tapi apakah media (yang jelas penuh intrik da spekulasi) kita biarkan membentuk pola pikir, gaya hidup, sampai kepada cita-cita kita? Disinilah titik kritisnya. Harusnya dengan begitu banyaknya media informasi, kita semakin kaya akan pengetahuan, lebih jeli mengolahnya, sehingga nantinya kita bisa menyimak kebenaran dalam setiap berita atau molekul partikular  yang bergerak, sampai pada akhirnya kita memujanya.

Fokus saya adalah, dan sudah saya pikirkan lama sekali, bahwa manusia dengan mental kampungan lah yang akan memiliki kebahagiaan sendiri, bukan dari hegemoni media, atau ketertarikan atas kesukaan orang lain. Tetapi dengan gaya tingkah sendiri, lalu tertawa, dan sungguh terbahak-bahak.

Yap betul, dari kisah panjang proses pemikiran yang berulang, sesungguhnya kita hanya mencari kebahagiaan ataupun ketenangan.
Jika ada, berarti itu bukanlah dirimu. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar