Translate

Minggu, 23 Desember 2012

Mahasiswa Diarahkan Kemana?




        Mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita negeri ini yang termuat dalam pembukaan undang-undang tertinggi di negara ini, 67 tahun telah diupayakan secara sadar dan terorganisir demi kemajuan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia itu sendiri. Berbagai model telah dituangkan dan dijalankan dalam fase-fase perjalanan pendidikan selama ini, dan juga telah melahirkan generasi-generasi yang tentu hasilnya seperti saat  ini.

       Pendidikan  adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (ketentuan umum : UU No. 12 Tahun 2012).

Hingga akhirnya, kita melihat dan meneropong kedepan, dengan sebuah pertanyaan pragmatis, diarahkan kemana mahasiswa nantinya?

                1.       Peneliti
                2.       Robot-Robot Penghasil Uang
                3.       Iron Stock
                4.       Penindas-Penindas Baru

Usaha sadar dan terencana tersebut seharusnya berbanding lurus dengan segala aspek-aspek penunjang untuk mencapai hakikat pendidikan tinggi. Mental-mental pendidik yang tak sadar akan kemunduran pendidikan, dan segala bentuk aktifitas yang monoton tentu akan memperburuk pola pengembangan pendidikan saat ini. Potret ini bagaikan fenomena gunung es dilautan, disamping berbagai macam problematika pendidikan saat ini. Memajukan sosial dan etika pendidikan juga harus betul-betul dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab intelektualitas.

Padahal seharusnya, mahasiswa itu adalah calon-calon pemimpin bangsa dimasa yang akan datang. Calon-calon ilmuan yang mengangkat harkat dan martabat bangsa, atau pendobrak-pendobrak kemajuan pembangunan dengan ide-ide kreatif, atau dengan gaya-gaya yang elegan. Bukan sarjana yang kesana-kemari menenteng map besar, lusuh dan tebal, mencari pekerjaan sekian tahun lamanya, ditolak karena tak punya keahlian keilmuan, atau dipecat karena tak punya mental baja dan semangat pembaharuan. Bukan pula sarjana yang selalu mengemis dihadapan pejabat, opurtunis, menggadaikan idealisme dengan uang, atau menindas masyarakat kecil untuk birahi.

Bukan saya yang akan menjawab, tapi kita yang harus sadar dan terus belajar, dari teori, pengalaman dan perbuatan.
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar